Foto Karyawan menata mie instan di Supermarket Jakarta, Kamis, 21/7. Harga mi instan sudah merangkak naik beberapa waktu terakhir karena efek situasi dunia seperti perang Ukraina yang mengerak harga terigu dan gandum. CNBC Indonesia/Muhammad Sabki Jakarta, CNBC Indonesia - Inflasi belakangan ini menjadi headline pemberitaan media tidak hanya di dalam negeri, melainkan juga di dunia. Sejumlah negara mengalami inflasi yang menjulang tersebut memberikan masalah yang lebih besar lagi, dunia terancam mengalami resesi. Tingginya inflasi membuat banyak bank sentral utama di dunia menaikkan suku bunganya secara agresif. Inflasi yang tinggi membuat daya beli masyarakat merosot. Sementara belanja rumah tangga merupakan tulang punggung perekonomian. Di sisi lain, suku bunga yang tinggi membuat ekspansi dunia usaha terhambat, alhasil perekonomian semakin tertekan, dan dunia terancam mengalami Jokowi sendiri telah mengingatkan momok terbesar saat ini oleh semua negara di dunia bukan lagi Covid-19 tapi justru ancaman inflasi tinggi. Dunia saat ini penuh ketidakpastian akibat kenaikan harga pangan hingga energi, dan tensi panas perang Rusia-Ukraina yang tak pasti kapan berakhir."Pertama yang ingin saya sampaikan momok pertama semua negara saat ini inflasi, inflasi semua negara biasanya hanya 1 sekarang 8, lebih dari 10 dan bahkan ada lebih dari 80 persen, ada 5 negara," kata Jokowi Lantas, apa itu inflasi yang disebut Jokowi menjadi momok semua negara saat ini?Mengutip laman resmi Bank Indonesia BI, inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu Kementerian Keuangan menjelaskan, penyebab inflasi dipengaruhi beberapa faktor. Mulai dari permintaan yang tinggi terhadap suatu barang atau jasa sehingga membuat harga barang atau jasa tersebut mengalami itu, ada pula faktor biaya produksi yang tinggi, bertambahnya uang beredar di masyarakat, dan ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran. Bahkan, ada pul faktor perilaku masyarakat yang seringkali memprediksi atau biasa disebut sebagai ekspektasi penyebab inflasi juga dapat dipengaruhi oleh gejolak ekonomi dan politik yang terjadi di suatu negara. Dalam konteks Indonesia, hal ini pernah terjadi pada kekacauan yang terjadi pada 1998 dilihat berdasarkan Consumer Price Index CPI. Ketika angkanya positif berarti terjadi inflasi, sementara jika negatif artinya deflasi atau menurunnya harga barang dan dibagi menjadi dua, yakni inflasi headline yang menggambarkan kenaikan harga barang dan jasa secara menyeluruh. Yang kedua inflasi inti, yakni inflasi yang tidak memasukkan item yang volatile harganya naik turun dengan cepat. Kategori item volatil biasanya adalah harga energi dan konteks fenomena yang terjadi saat ini, tingginya inflasi disebabkan karena cost push yang terjadi di berbagai negara. Perang Rusia dan Ukraina telah membuat harga komoditas meroket dan akhirnya memicu kenaikan harga pupuk misalnya, akan biaya yang dikeluarkan petani untuk memproduksi tentunya akan meningkat. Alhasil harga pangan yang dijual juga akan lebih tinggi akibat kenaikan biaya produksi. Inilah yang disebut cost push demand pull terjadi dari sisi konsumen, utamanya akibat kenaikan daya beli. Inflasi yang terjadi karena demand pull berdampak bagus bagi perekonomian, sebab memberikan gambaran meningkatnya pendapatan masyarakat sehingga daya belinya daya beli meningkat, konsumen bisa membeli lebih banyak barang. Semakin tinggi permintaan maka harganya akan naik, dan terjadi inflasi secara keseluruhan tentu tidak bisa dianggap sepele. Inflasi yang tinggi bisa menyebabkan pendapatan riil masyarakat terus tergerus, karena harga barang yang semakin mahal, sehingga standar hidup mereka juga akan semakin turun. Situasi ini akan membuat masyarakat yang sudah tergolong miskin, menjadi makin itu, Inflasi yang tinggi tentu akan membuat masyarakat semakin kesulitan memiliki rumah. Pasalnya, inflasi yang tinggi akan direspons oleh bank sentral dengan menaikkan bunga yang berimplikasi pada kenaikan bunga kredit inflasi yang tinggi, terutama jika lebih tinggi dibandingkan negara lain juga akan menjadikan tingkat bunga domestik menjadi tidak kompetitif. Situasi ini tentu akan memberikan beban terhadap nilai tukar rupiah. [GambasVideo CNBC] Artikel Selanjutnya Adu Murah Harga Beras Jokowi atau SBY? cha/cha
Apakahkamu lagi mencari jawaban dari pertanyaan Situasi di bawah ini yang menggambarkan terjadinya inflasi adalah Berikut pilihan jawabannya: (A) peningkatan harga beras di seluruh wilayah Indonesia dalam ( peningkatan harga beras di seluruh wilayah Jawa Timur selama satu hari (
– Secara berkala, kerap kita mendengar laporan terkait inflasi yang terjadi di suatu wilayah dalam periode tertentu. Inflasi penting untuk dipahami karena menyangkut dengan kehidupan sehari-hari kita. Mungkin kamu sering bertanya-tanya mengenai perbandingan harga suatu barang ataupun biaya yang harus dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sebagai ilustrasi, mari kita ingat kembali biaya untuk membangun rumah pada masa 1990-an. Ketika itu, mungkin saja hanya butuh biaya puluhan juta rupiah untuk membangun rumah kini, dengan spesifikasi rumah yang sama, biayanya bisa mencapai ratusan juta rupiah, bahkan miliaran rupiah. Pasalnya, harga semua bahan baku dan tarif jasa pembangunan rumah pasti berbeda jauh. Kenapa bisa begitu? Inflasi bisa menjadi jawaban untuk memahami perbedaan tersebut. Apa itu inflasi? Dikutip dari laman resmi Bank Indonesia, inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Baca juga Inflasi Februari Lebih Rendah dari Januari, Ini Catatan BI Sebaliknya, ada pula yang disebit deflasi, yakni kebalikan dari inflasi. Deflasi adalah penurunan harga barang secara umum dan terus menerus dalam periode tertentu. Penting dicatat, kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi. Kenaikan harga satu dua barang itu baru bisa disebut inflasi jika kenaikan itu meluas atau mengakibatkan kenaikan harga pada barang lainnya. Di Indonesia, perhitungan inflasi dilakukan oleh Badan Pusat Statistik BPS, melalui Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia serta Indeks Harga Konsumen SEKI-IHK. Berdasarkan the Classification of Individual Consumption by Purpose COICOP, IHK dikelompokkan ke dalam tujuh kelompok pengeluaran, yaitu 1. Bahan Makanan Jadi, Minuman, dan Pendidikan dan Transportasi dan Komunikasi. Data pengelompokan tersebut didapatkan melalui Survei Biaya Hidup SBH. Baca juga Covid-19 Masih Merebak, Ini Jurus Pemerintah Jaga Inflasi Selain itu, di samping pengelompokan berdasarkan COICOP tersebut, BPS saat ini juga mempublikasikan inflasi berdasarkan pengelompokan lainnya yang dinamakan disagregasi inflasi. Disagregasi inflasi dilakukan untuk menghasilkan indikator inflasi yang menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental. Di Indonesia, disagregasi inflasi IHK tersebut dikelompokan menjadi inflasi inti dan inflasi non-inti. Inflasi inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten persistent component di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental. Faktor fundamental tersebut biasanya berupa interaksi permintaan-penawaran. Selanjutnya ada pula faktor lingkungan eksternal seperti nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra dagang. Ekspektasi inflasi dari pedagang dan konsumen juga termasuk dalam faktor fundamental sisi lain, inflasi non-Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung tinggi volatilitasnya karena dipengaruhi oleh selain faktor fundamental. Komponen inflasi non-inti terdiri dari Inflasi Komponen Bergejolak Volatile Food dan Inflasi Komponen Harga yang diatur oleh Pemerintah Administered Prices. Pengertiannya, Inflasi Komponen Bergejolak Volatile Food adalah inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks kejutan dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan internasional. Sedangkan Inflasi Komponen Harga yang diatur oleh Pemerintah Administered Prices yakni inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks kejutan berupa kebijakan harga Pemerintah, seperti harga BBM bersubsidi, tarif listrik, tarif angkutan, dll. Apa saja penyebab terjadinya inflasi? Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi supply cost push inflation, dari sisi permintaan demand pull inflation, dan dari ekspektasi inflasi. Faktor-faktor terjadinya cost push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara mitra dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah Administered Price, dan terjadi negative supply shocks akibat bencana alam dan terganggunya distribusi. Adapun faktor penyebab demand pull inflation adalah tingginya permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya. Dalam konteks makroekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya atau permintaan total agregate demand lebih besar dari pada kapasitas perekonomian. Sementara itu, faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi dalam menggunakan ekspektasi angka inflasi dalam keputusan kegiatan ekonominya. Ekspektasi inflasi tersebut dapat bersifat adaptif atau forward looking. Baca juga BPS Inflasi Februari Melambat, Permintaan Domestik Masih Lemah Hal itu tercermin dari perilaku pembentukan harga di tingkat produsen dan pedagang terutama pada saat menjelang hari-hari besar keagamaan lebaran, natal, dan tahun baru dan penentuan upah minimum provinsi UMP. Kendati ketersediaan barang secara umum diperkirakan mencukupi dalam mendukung kenaikan permintaan, namun harga barang dan jasa pada saat-saat hari raya keagamaan meningkat lebih tinggi dari kondisi supply-demand tersebut. Begitu pula pada saat penentuan UMP, pedagang ikut pula meningkatkan harga barang meski kenaikan upah tersebut tidak terlalu signifikan dalam mendorong peningkatan permintaan. Apa dampak inflasi ke masyarakat? Inflasi yang rendah dan stabil merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang pada akhirnya memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. “Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat,” demikian penjelasan Bank Indonesia dalam laman resminya, dikutip Selasa 9/3/2021. Inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun. Jika sudah begitu, maka standar hidup dari masyarakat turun dan akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin, bertambah miskin. Baca juga Inflasi Februari 0,10 Persen, Dipicu Harga Cabai Rawit hingga Tarif Angkutan Udara Tak hanya itu, inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian uncertainty bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. “Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi, dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi,” tulis Bank Indonesia. Lebih lanjut, tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif. Kondisi ini dapat memberikan tekanan pada nilai rupiah. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
ClX36BY.