Abdullah Faqih From Wikipedia, the free encyclopedia Abdullah Faqih 2 Mei 1932 â 29 Februari 2012 adalah seorang kiai atau Ulama yang berpengaruh serta pengasuh Pondok Pesantren Langitan. Quick facts Abdullah Faqih, Meninggal, Pekerjaan, Dikenal... âź Abdullah FaqihMeninggalWidang, TubanPekerjaanPengasuh Pondok Pesantren LangitanDikenal atasPoros Ahmad Marzuki ZahidPartai politikNUSuami/istriNyai Hj. KhunainahAnakUbaidillah, Muhammad, Mujib, Hanifah, Mujab, Maâshum, Abdullah Habib, Salamah, Abdurrahman, Amirah
AbdullahFaqih yang berjarak 300 meter dari Pondok Pesantren Langitan, dengan berkendara Sepedah Montor bersama H. Agus Ahmad Alawi (cucu dari Al Marhum) . sementara itu masyarakat masih terlihat bedatangan di pemakaman KH. Abdullah Faqih dengan menggunakan kendaraan Bus serta bersepedah Motor.
Oleh Khomsatul Mahfudzoh KH. Abdullah Faqih Langitan lahir pada tanggal 2 Mei 1932 di desa Mandungan kecamatan Widang kabupaten Tuban, Jawa Timur. Beliau terlahir dari pasangan KH. Rofiâi Zahid dan Ibu Nyai Hj. Khadijah. Pendidikannya dimulai dari berguru ke Mbah Abdur Rohman Lasem, Rembang, Jawa Tengah, lalu dilanjutkan merantau ke Mekkah, Arab Saudi. Di sana beliau belajar pada Sayyid Alwi bin Abbas Al Maliki, setelah itu mengabdi di Pondok Pesantren yang didirikan oleh KH. Muhammad Nur yaitu PP. Langitan sampai wafat. Kiai Faqih mempunyai istri yang bernama Ibu Nyai Hj. Hunainah Faqih yang sampai sekarang masih sehat. Pasangan ini dikaruniai sembilan putra dan putri yaitu Ubaidillah Faqih Mujab Faghni Faqih Alm Muhammad Faqih Hanifah Faqih Amiroh Faqih Faiqoh Faqih Abdulloh Habib Faqih Abdurrahman Faqih Maâsum Faqih Syaikhina KH. Abdullah Faqih wafat pada tanggal 29 Februari 2012 di ndalem/kediaman beliau, Widang, Tuban, Jawa Timur pada umur 82 Tahun. Bagaikan disambar petir di tengah siang bolong, kabar duka itu membuat semua orang, baik dari keluarga beliau sendiri, kalangan ulama, santri dan juga orang-orang kecil yang mengaguminya kaget dan tidak percaya. Tapi sebelum beliau wafat, beliau sudah sakit selama beberapa bulan. Mungkin juga karena usianya yang sudah sepuh tua. Semua orang berbondong-bondong untuk bertakziyah, dari kalangan apapun, kota/ daerah manapun itu, dan sesibuk apapun mereka yang mengaguminya pasti disempatkan untuk bertakziyah ke kediaman beliau. Kiai Faqih adalah generasi ke empat pengasuh Pondok Pesantren Langitan yang menggantikan KH. Abdul Hadi Zahid pada Tahun 1971. KH. Abdullah Faqih atau yang sering dipanggil Kiai Faqih merupakan ulama yang sangat karismatik, selalu mengedepankan kasih sayang walaupun dengan anak kecil. Begitu juga dengan semua orang yang dari kalangan apapun, beliau sangatlah rama. Ketika bertemu dengan santrinya pun selalu tersenyum dan tiada lelah untuk selalu mendoâakan para santrinya. Kiai Faqih selalu menjadi suri tauladan bagi siapapun. Banyak dari kalangan ulama tanah air maupun luar negeri pada mengaguminya. Seperti KH. Abdurahman Wahid gus dur, Habib Umar bin Hafidz dan kiyai besar lainnya. Ketika Kiai Faqih sakit pun beliau dijenguk oleh bapak presiden ke-6 yaitu bapak Susilo Bambang Yudhoyono. Ada suatu kisah tentang Kiai Faqih pada bulan Ramadlhan. Waktu itu beliau pernah tidak sahur dan tidak pula berbuka puasa. Dalam berpergian, ketika semua orang mencari warung/rumah makan untuk berbuka puasa, beliau hanya bisa masuk dalam masjid dan meminum air di dalam kamar mandi dengan penuh dahaga dan kepuasan. Katanya âTirakat dengan terpaksa ataupun dengan disengaja Insya Allah pasti akan mendapatkan hasilnyaâ. Mengenai pendidikannya mulai ditempuh di Lasem, Rembang, Jawa Tengah, sekitar 2 tahun setengah, dan dilanjutkan di Senori Tuban Jawa Timur kira-kira hanya 6 bulan. Kiai Faqih belajar dan mengabdi di pondok pesartren milik kiai-kiai besar hanya sekitar 1 bulan. Jadi belajarnya di pondok pesantren itu tidaklah lama, paling kurang lebih hanya 4 tahun. Meskipun begitu beliau selalu minta diajari oleh kiai-kiai sepuh yang sangat alim di zaman dulu. Seperti K. Fathurrohman, K. Baidlhowi, K. Maâsum, K. Maftuhin, K. Mansyur dan kiai-kiai sepuh di Nusantara lainnya. Kiai Faqih selalu berpindah-pindah tempat ketika mengaji, bahkan beliau pernah satu malam menginap di ndalem/kediaman K. Fathurrohman, besok malamnya lagi menginap dindalem/kediaman K. Maâsum. Beliau lakukan itu supaya mendapat wawasan/pelajaran banyak yang berbeda-beda dari para kiai sepuh tempo dulu. Ada banyak dawuh-dawuh beliau yang saya ingat, kalau saya sebutkan semua pasti tak akan muat dalam lembaran ini. Salah satu dawuh Mbah Faqih yaituEmpat Resep Keselamatan âResep orang yang ingin selamat, itu ada empat 1 Kalo kamu di sakiti orang lain, jangan pernah membalas. Kamu harus mau memaafkannya 2 Jangan pernah mau untuk menyakiti orang lain 3 Tidak berharap sesuatu dari orang lain 4 Suka memberi kepada sesama.â Nasab Bukanlah yang Utama âYang membuat tinggi derajat itu bukalanlah nasab/keturunan, tetapi akhlak sopan santun dan ilmu.â Tanda-tanda Hati yang Keras âTanda hati yang keras itu adalah, kalo diajak melakukan kebaikan hatinya merasa berat, tapi kalo sudah berbuat maksiat tidak mempunyai keinginan untuk bertaubat.â Pertama Mengaji, Selanjutnya Terserah Anda âKalo putra/putri kalian sudah selesai dipondokkan, selanjutnya kalian sekolahkan dia menjadi Sarjana, Politis dan Pejabat itu terserah kalian. Karena anak yang sudah punya dasaran Ilmu Agama, Insya Allah dimanapun dia pasti akan selamat.âAdab Tetap Nomer Satu âOrang yang tidak punya Ilmu, tapi punya adab akhlak itu lebih mulia. Daripada orang yang punya Ilmu tapi tidak mempunyai adab dan akhlak sopan santun.â Empat Hal Keberuntungan âSetengah dari orang beruntung itu 1 Orang yang mempunyai istri sholihah, 2 Mempunyai anak yang berbakti 3 Mempunyai teman yang sholeh-sholeh dan 4 Rezekinya ada didaerahnya sendiri.â Itulah sebagian dari dawuh-dawuh beliau, singkat tapi sangat memberi pelajaran yang berharga. Beliau memberikan dawuh-dawuh/sebuah nasihat yang sangat sederhana tapi mudah dimengerti oleh orang lain, di dalam pesantren maupun di luar pesantren. Kepada santri maupun kepada orang lain yang berada diluar pesantren. Bahkan KH. Abdurrahman Wahid atau dikenal dengan Gus Dur presiden yang ke-4 menyempatkan waktu berbincang berdua kepada syaikhina Kiai Faqih di kamar pribadinya. Gus Dur sangat mencintai Kiai Faqih. Sebelum wafat beliau juga sempat disambangi/dijenguk guru besar Yaman yaitu Habib Umar bin Hafidz untuk bersilaturahmi. Masih banyak lagi ulama-ulama besar Nusantara maupun luar Nusantara yang bersilaturahmi kepada beliau. Demikian sedikit biografi Kiai Faqih ketika masih hidup. Selama nyantri di sana yang saya ketahui dari beliau yaitu sikap harmonisnya kepada siapa pun. Jika ada salah kata atau apapun itu saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. âKualitas ke Islaman seseorang tidak terletak pada pakaian yang dikenakan, tetapi pada amal yang dipraaktikkanâ. Wallahu Aâlam Bisshowab
KH Abdullah Faqih(Langitan) KH. Hasyim Muzadi (Malang) KH. Muhibbi Karya Kiai Abul Fadhol Diantara kitab karya beliau : Kitab Ahla Musamarah fi Hikayat Auliya' 'Asyrah, Kifâyah al-Thullâb, merupakan kitab nazham(puisi) yang menghimpun teori-teori qawâid fiqhiyyah(filsafat yurisprudensi Islam/Islamische Rechtsmaximen).
Silsilah merupakan salah satu warisan spiritual yang ditinggalkan oleh para ulama besar. Sebuah warisan yang begitu berharga dan harus dijaga keberlangsungannya oleh para pengikutnya. Salah satu silsilah terkemuka di Indonesia adalah Silsilah KH Abdullah Faqih Langitan. Bagi masyarakat Jawa Timur, nama Langitan sudah tidak asing lagi. Terutama bagi mereka yang berada di daerah Trenggalek, Tulungagung, dan Blitar. Langitan merupakan salah satu lokasi pesantren tertua di Jawa Timur. Selain itu, Langitan juga terkenal sebagai tempat bermukimnya para ulama besar. KH Abdullah Faqih Langitan merupakan salah satu ulama besar yang berasal dari Langitan. Beliau lahir pada tahun 1911 dan wafat pada tahun 2006. Sejak kecil, KH Abdullah Faqih Langitan sudah menunjukkan ketertarikannya pada dunia spiritual. Beliau banyak belajar agama Islam dari ayahnya, KH Muhyiddin, yang juga seorang ulama besar. Beliau juga banyak belajar dari para ulama besar di Langitan seperti KH Abdul Karim dan KH Kholil Bangkalan. Setelah menyelesaikan pendidikan di pesantren Langitan, KH Abdullah Faqih Langitan kemudian pergi menuntut ilmu ke luar kota. Beliau belajar di pesantren-pesantren terkemuka seperti Gontor, Makkah, dan Madinah. Di Makkah, beliau belajar tafsir dan hadis dari ulama-ulama terkemuka seperti Syekh Mahmud Syaltut dan Syekh Mustafa al-Maraghi. Sementara di Madinah, beliau belajar dari ulama-ulama terkemuka seperti Syekh Muhammad al-Amin al-Syinqiti dan Syekh Muhammad al-Banna al-Attas. Setelah menyelesaikan pendidikannya di luar kota, KH Abdullah Faqih Langitan kemudian kembali ke Langitan dan memulai karir sebagai seorang ulama. Beliau menjadi pengasuh pesantren Langitan dan juga menjadi Imam Masjid Agung Langitan. Selain itu, beliau juga menjadi pengajar di beberapa pesantren terkemuka di Jawa Timur. Karya Ulama Besar Langitan Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, Langitan merupakan salah satu lokasi pesantren tertua di Jawa Timur. Selain itu, Langitan juga terkenal sebagai tempat bermukimnya para ulama besar. Beberapa ulama besar yang berasal dari Langitan antara lain KH Muhyiddin KH Abdul Karim KH Kholil Bangkalan KH Abdullah Faqih Langitan KH Abdul Ghofur KH Abdul Hamid KH Mahrus Ali Para ulama besar ini memiliki kontribusi yang besar dalam pengembangan agama Islam di Indonesia. Mereka tidak hanya menyebarkan ajaran Islam, tetapi juga mengembangkan pendidikan dan kesejahteraan masyarakat di sekitar mereka. Pesantren Langitan Pesantren Langitan merupakan salah satu pesantren tertua di Jawa Timur. Pesantren ini didirikan oleh KH Muhyiddin pada tahun 1852. Pesantren Langitan dikelola oleh keluarga KH Muhyiddin dan sekarang sudah memasuki generasi ke-6. Pesantren Langitan memiliki banyak murid dan pengikut dari berbagai daerah di Indonesia. Selain itu, pesantren ini juga terkenal sebagai pusat pengembangan seni tradisional Jawa Timur seperti tari, wayang, dan gamelan. Kesimpulan Silsilah KH Abdullah Faqih Langitan merupakan salah satu warisan spiritual yang perlu dijaga keberlangsungannya oleh para pengikutnya. KH Abdullah Faqih Langitan merupakan salah satu ulama besar yang berasal dari Langitan dan memiliki kontribusi yang besar dalam pengembangan agama Islam di Indonesia. Selain itu, Langitan juga terkenal sebagai tempat bermukimnya para ulama besar seperti KH Muhyiddin, KH Abdul Karim, dan KH Kholil Bangkalan. Pesantren Langitan merupakan salah satu pesantren tertua di Jawa Timur dan memiliki banyak murid dan pengikut dari berbagai daerah di Indonesia.
AbdullahFaqih dan HJ. Tswaibah. Dari pasangan kekasih tersebut lahir 5 orang anak, 3 orang putra dan 2 orang putri, KH. Masbuhin Faqih merupakan anak pertama (yang paling tua). Beliau memiliki silsilah yang mulya dan agung, yakni sampai ke Sunan Giri. Kalau diruntut, maka beliau adalah keturunan ke-12 dari kanjeng Sunan Giri Syeih Maulana Ishaq.
SheStars Updated On July 19, 2021 Who Is Silsila Alikhil? Afghan ambassador to Pakistan, Najibullah Alikhilâs daughter, Silsila Alikhil was abducted and was severely tortured for several hours on Friday. She is currently under medical care. The Afghan foreign ministry said in their statement that Silsila Alikhil, daughter of the Afghan ambassador in Pakistan Najibullah Alikhil was severely tortured for several hours by unknown individuals on her way home. The foreign ministry of Afghanistan said it âstrongly condemns this heinous act and expresses its deep concern over the safety and security of diplomats, their families, and staff members of the Afghan political and consular missions in Pakistan.â The ministry further added, âWhile the Afghan ministry of foreign affairs is following the matter with the ministry of foreign affairs of Pakistan, we urge the Pakistani government to identify and prosecute the perpetrators at the soonest time possible.â Pakistanâs ambassador Mansoor Ahmad Khan was summoned by the Afghan foreign ministry on Saturday afternoon. They lodged a strong protest about the âgrave incident.â The foreign minister of Afghanistan expressed his concern when Pakistan interior minister Sheikh Rashid Ahmed claimed that Indiaâs spy agency was involved in the abduction of the Afghan envoyâs daughter in Islamabad. He further added that such âunprofessional remarksâ could hamper their bilateral relations. What Happened To Silsila Alikhil? According to reports, Silsila Alikhil is in hospital under medical care after being released by the abductors. She has swellings over several parts of her body. She was abducted on Friday when she was on her way home. More news from Pakistan Taliban has demanded a list of girls who are above 15 years of age and windows who are under 45 years for their fighters. They have said that the girls would be taken to Waziristan in Pakistan and converted to Islam. They will further be reintegrated and married off to their fighters. Talibanâs Cultural Commission said in a letter demanding girls to be married to their fighters, â All imams and mullahs in captured areas should provide the Taliban with a list of girls above 15 and widows under 45 to be married to Taliban fighters.â The terrorist organisation has also set dowry regulations for girls. According to reports, in Afghanistanâs northeastern province of Takhar, men were asked to grow beards, women were stopped from going out without male escorts and also denied education.
Iadidampingi pamannya, KH Ahmad Marzuki Zahid. Ponpes Langitan sendiri didirikan 1852 oleh KH Muhammad Nur asal Tayuban, Rembang, Jawa Tengah. Saat dipimpin KH Faqih ponpes lebih terbuka, termasuk mengembangkan ilmu komputer, tetapi tetap mempertahankan salafiyah. Saat ini di Ponpes Langitan ada sekitar 3.000 santri.
Silsilah Arab., salsala, make a chainâ. The chain of transmission in SĹŤfÄŤ Islam from the initial blessing baraka of God, running down in succession to the present shaykh. Most silsilahs are traced back to MuḼammad, one the TijÄniyya claiming to be derived from a direct vision of MuḼammad to the founder. The KhÄdĚŁiriyya claim to be founded directly by KhidĚŁr. It is an initial obligation on joining an order to learn the silsilah in order to understand how the baraka has been transmitted.
KiaiAbdullah Faqih, adalah salah satu tokoh sentral dari kalangan pesantren yang ikut menggempur Belanda pada serangan 10 November 1945. Bukan kiai sembarangan, Abdullah Faqih yang berasal dari Pondok Pesantren Langitan, Tuban, ini dikenal punya kekuatan magis yang luar biasa.
JAKARTA - Pesantren Langitan memang termasuk pesantren tua di Jawa Timur. Pesantren ini didirikan 1852 oleh KH Muhammad Nur, asal Desa Tuyuban, Rembang, Langitan. Para generasi pertama NU pernah belajar di pesantren ini, seperti KH Muhammad Cholil Bangkalan, KH Hasyim Asyâari, KH Wahab Hasbullah, KH Syamsul Arifin yang merupakan ayah KH Asâad Syamsul Arifin, dan KH Abdullah Faqih merupakan generasi kelima pengasuh Pesantren Langitan sejak 1971. Beliau menggantikan KH Abdul Hadi Zahid yang meninggal dunia karena faktor usia. Dalam memimpin pesantren, Kiai Faqih saat itu masih didampingi KH Ahmad Marzuki Zahid, yang juga pamannya. Pondok Pesantren Langitan itu berada di bawah jembatan jalan raya Babat Lamongan jurusan Tuban, Jawa Timur, tepatnya di Desa Widang. Meski tetap mempertahankan kesalafannya, pada era Kiai Faqih inilah Pesantren Langitan lebih terbuka dan maju. Misalnya, ia mendirikan Pusat Pelatihan Bahasa Arab, kursus komputer, mendirikan Taman Kanak-Kanak TK dan Taman Pendidikan Al-Qurâan TPA.Berdasarkan berbagai sumber, Kiai Faqih juga membentuk Badan Usaha Milik Pondok berupa toko induk, kantin, dan wartel. Selain itu, Kiai Fakih juga mengarahkan pesantrennya agar lebih dekat dengan masyarakat. Di antaranya, beliau mengirimkan dai ke daerah-daerah sulit di Jawa Timur dan luar Jawa. Setiap Jumâat, Kiai Fakih juga menginstruksikan para santrinya untuk shalat Jumâat di kampung-kampung. Bahkan, Kiai Fakih membuka pengajian umum di pesantren yang diikuti masyarakat umum."Pesantren waktu dipimpin Kiai Faqih sangat pesat sekali perkembangannya. Dan santri itu snagat tunduk sekali pada beliau. Karena beliau sangat kharismatik dan tidak membeda-bedakan," kata Gus salah satu dawuhnya, Kiai Faqih mengungkapkan bahwa ada empat hal yang bisa menyelamatkan seseorang di dunia, yaitu suka memaafkan orang lain, tidak suka membodohi atau menyakiti orang lain, tidak suka mengharap pemberian orang lain, dan suka memberi kepada orang lain.
MasbuhinFaqih lahir pada tanggal 31 Desember 1947 Masehi atau 18 Shafar 1367 Hijriyah di desa Suci kec. Manyar Kab. Gresik. Beliau merupakan putra pertama dari lima bersaudara, dari pasangan KH. Abdullah Faqihdan Hj. Tswaibah. Nasab Beliau memiliki silsilah yang mulya dan agung, yakni sampai ke Sunan Giri.
ďťżKH. Masbuhin Faqih â Masbuhin Faqih di lahirkan di desa Suci kec. Manyar Kab. Gresik pada tanggal 31 Desember 1947 Masehi atau 18 Shafar 1367 Hijriyah. Beliau lahir dari pasangan kekasih Al-Maghfurlah KH. Abdullah Faqih dan HJ. Tswaibah. Dari pasangan kekasih tersebut lahir 5 orang anak, 3 orang putra dan 2 orang putri, KH. Masbuhin Faqih merupakan anak pertama yang paling tua. Beliau memiliki silsilah yang mulya dan agung, yakni sampai ke Sunan Giri. Kalau diruntut, maka beliau adalah keturunan ke-12 dari kanjeng Sunan Giri Syeih Maulana Ishaq. Dengan runtutan seagai berikut Syeih Ainul Yaqin Sunan Giri â Sunan Dalem â Sunan Prapen â Kawis Goa â Pangeran Giri â Gusti Mukmin â Amirus Sholih â Abdul Hamid â Embah Taqrib â KH. Muhammad Thoyyib â KH. Abdullah Faqih â dan sampailah pada KH. Masbuhin Faqih. Dengan silsilah yang begitu agung tersbut, tak bisa dipungkiri di dalam diri beliau terdapat ruh dan jiwa seorang ulama yang tangguh dan berjuang tanpa batas waktu seperti embah buyutnya dahulu. Hal ini sesuai dengan Qiyasan santri âBapaknya Singa maka ank-anaknya pun singaâ. Pendidikan beliau sejak kecil di lingkungan yang islami. Mulai dari tingkat MI samapi Mts. Setelah Tsanawiyah beliau melanjutkan studinya ke Gontor, Pondok pesantren Darussalam Ponorogo, Jawa Timur, disanalah beliau memperdalam ilmu bahasa Arab dan Inggris. Setelah lulus dari Gontor beliau ingin memperdalam ilmu lagi, selanjutnya beliau nyantri di PP. Langitan Widang Tuban, yang pada saat itu diasuh oleh KH. Abdul Hadi dan KH. Abdullah Faqih. Di sana beliau memperdalam ilmu kitab kuning, mulai dari Fiqh, Nahwu, Shorof, tauhid, sampai tasawwuf. Proses penggembalaan ilmu di PP. Langitan cukup lama, sekitar 17 tahun belaiu nyantri di sana. Diceritakan bahwasannya sosok KH. Masbuhin Faqih muda adalah pemuda yang giat dan tekun belajar, suka bekerja keras, dan optimis dalam suatu keadaan apapun. Waktu di PP. Langitan beliau banyak melakukan tirakat, seperti memasak sendiri, melakukan ibadah puasa sunnah dan lain-lain. Di sana belaiu juga sempat menjadi khadam pembantu dalem kyai. Hal ini sampai menjadi jargon beliau dalam menasehati santri MBS Mambaâus Sholihin, yakni ânek mondok ojo belajar tok, tapi nyambio ngabdi nang pondok ikuâ. Dengan penuh keihlasan dan kesabaran, beliau jalani semua kehidupan diatas demi mendapatkan ilmu yang manfaat dan barakah. Ditengah-tengah menimba ilmu di Langitan, teatnya pada tahun 1976 M atau pada saat beliau berumur 29 th, KH. Abdullah Faqih langitan menyuruh kyai Masbuhin untuk berjuang di tengah masayrakat Suci bersama-sama dengan abahnya. KH. Faqih langitan sudah yakin bahwasannya santrinya ini sudah cukup ilmuya untuk berdaâwah dan mengajar di masyarakat. Wak demi waktu berlalu, proses berdaâwah terus berjalan dan berkembang pesat. Dengan perkembangan itu KH. Abdullah Faqih disuruh untuk membuat pesantren oleh beberapa guru beliau agar proses berdaâwah tersebut lancar. Bersama-sama dengan Anak-anaknya mereka mendirikan suatu pondok yang diberi nama PP. At-Thohiriyyah, yang mana dengan filosofi berada di desa Suci. Masbuhin pada waktu itu masih pulang pergi dari langitan ke -Suci. Beliau masih beranggapan bahwa menimba ilmu di langitan belum sempurna kalau tidak dengan waktu yang lama. Inilah salah satu kelebihan beliau, yakni haus akan ilmu pengetahuan agama Islam. Tepat pada tahun 1980 M, beliau sudah mendapat restu untuk meninggalkan pondok pesantren Langitan. Baca Juga KH. Husein Muhammad, Biografi Singkat, Mendirikan Perguruan Tinggi Hingga Mendapat Penghargaan dari Pemerintah AS Dengan itulah beliau sekarang harus berkonsentrasi dalam msngurus PP. At-Thohiriyyah bersama dengan abahnya. Tepat pada tahun ini juga PP. At-Thohiriyyah dirubah menjadi PP. Mambaâus Sholihin, keadaan ini sesuai dengan usulan KH. Usman Al-Ishaqi. Karena nama suatu pondok dirasa mempunyai arti dan harapan yang penting. Perjungan KH. Masbuhin dalam memajukan pondoknya tidak kenal lelah. Setahap demi setahap pembangunan pondok dilakukan, mulai dari komplek sampai sekolahannya. Dengan relasi yang cukup banyak, beliau mampu membuat MBS singkatan dari Mambaâus Sholihin lebih maju baik itu gedungnya maupun kualitas sumber daya manusia di dalamnya.
SekilasKH Abdullah Faqieh Kiai Faqih (generasi kelima) memimpin Pesantren Langitan sejak l971, menggantikan KH Abdul Hadi Zahid yang meninggal dunia karena usia lanjut. Kiai Faqih didampingi KH Ahmad Marzuki Zahid, yang juga pamannya. Di mata para santrinya, Kiai Faqih adalah tokoh yang sederhana, istiqomah dan alim.
Syaikhina lahir dari pasangan bahagia Kiai RofiâI dan Nyai Khodijah. Bersaudarakan tiga, yaitu Abdullah Faqih, Khozin, dan Hamim. Namun semenjak kecil, kepengasuhan berada di bawah KH Abdul Hadi Zahid, Pengasuh Pondok Pesantren Langitan generasi keempat. Ini terjadi lantaran Ayahanda beliau, Kiai RofiâI adik KH Abdul Hadi wafat saat syaikhina kecil, kurang lebih ketika berusia tujuh atau delapan tahun, ini sebagaimana yang dikatakan KH Muhammad Faqih putra syaikhina. Dan ibunya, Nyai Khodijah dinikah oleh KH Abdul Hadi Zahid. Semenjak itulah KH Abdul Hadi yang mengarahkan kehidupan, mulai mondok hingga berkeluarga. Beliau sendiri dilahirkan pada tanggal 2 Mei 1932 M Ketiga bersaudara tersebut menjalani kehidupan kecil sebagaimana layaknya anak-anak. Bermain bersama penuh canda-tawa dan tangis di satu kesempatan. Bedanya, mereka bertiga berada dalam suasana yang kental nilai-nilai religiuitas. Ini terjadi lantaran mereka berada dalam kepengasuhan kiai yang alim, KH Abdul Hadi Zahid. Waktu terus berjalan, lambat laun watak dan karakter ketiga bersaudara ini sudah mengalami perbedaan sedikit demi sedikit. Abdullah Faqih dan Hamim muda senang bergelut dengan kitab-kitab keagamaan sementara Khozin muda suka bepergian. Bahkan diriwayatkan beliau melancong dalam waktu yang lama dan sempat dicari-cari Ayahanda KH Abdul Hadi Zahid. Setelah ditemukan ternyata beliau berada di luar jawa dan sudah kini beliau berkeluarga dan menetap di Bandung. Tinggal Syaikhina dan adik beliau Hamim yang masih asyik dengan pelajaran agama.. Setelah belajar pada Ayahanda, kini tiba saatnya Abdullah Faqih muda pergi mencari ilmu. Pindah satu tempat ke tempat lain guna mencari ilmu dan kalam hikmah. Jika kita melihat kealiman syaikhina dalam membaca kitab dan memberikan fatwa, mungkin kita akan berpikir bahwa beliau mondok dalam waktu yang lama. Ternyata itu tidaklah tepat, beliau hanya mondok selama 4 tahun. Dalam sebuah kesempatan beliau pernah bercerita, Di Lasem âmondok- dua setengah tahun, di Senori enam bulan, setelah itu satu bulan pindah ke pesantren lain. Total semuanya tidak lebih dari empat tahunâ. Meski hanya empat tahun, namun konsentrasi dan usahanya dalam memperoleh ilmu sangat luar biasa. Tidak hanya sebatas pada usaha panca indera dengan membaca dan mengamati pelajaran, namun beliau juga menggunakan dasar batin. Selama mondok selalu berusaha mendekatkan diri kepada Allah. Dengan segala kekurangan dan keprihatinan beliau menjalani masa-masa di medan ilmu. Beliau pernah bercerita dalam sebuah pengajian, Saya belajar di Lasem kurang lebih dua tahun setengah, kebanyakan bekal teman-teman saat itu bisa dapat 24-40 kg beras. Tapi bekal saya hanya dapat dibelikan 6 kg berasâ. Beliau juga sempat dawuh, Saya tidak pernah meminta tambahan kiriman. Saya niati tirakat meski awalnya terpaksa. Makan ketela saja pernah. Sementara yang paling sering sehari makan nasi ketan satu lepek dan kopi satu cangkir. Bahkan pernah dalam bulan Ramadhan tidak sahur dan buka, tapi cuma minum sebanyak-banyaknyaâ. Kondisi prihatin ini diterima dengan ikhlash oleh syaikhina. Karena ini temasuk pembelajaran kesederhanaan dalam mengarungi kehidupan. Cara ini juga diterapkan beliau dalam mendidik putrera-puteranya. Namun dengan kondisi demikian, ilmu beliau bersinar. Menguasai berbagai disiplin ilmu keislaman dirasah islamiyah. Selama empat tahun, syaikhina muda telah mengambil ilmu dari para guru yang utama. Mereka pakar ilmu keislaman dan selalu istiqamah menjalankannya. Selama di Lasem beliau belajar kepada beberapa kiai, diantaranya KH Baidhowi, KH Maâshum, KH Fathurrohman, KH Maftuhin, KH Manshur, dan KH Masdhuqi. Sementara di Bangilan beliau belajar kepada para kiai dan diantaranya adalah KH Abu Fadhol. Kemudian beliau melanjutkan pengembaraan dengan ber-tabarruk ke pondok-pondok lain diantaranya di pesantren Watu Congol yang diasuh oleh KH Dalhar. Di pesanten ini pula pernah mondok Abuya Dimyathi, Pandeglang, Banten. Selama mondok di Lasem, KH Maâshum memiliki perhatian lebih kepada Abdullah Faqih muda. Puncaknya beliau dipinang menjadi menantu dapat Nyai Hunainah, putri persusuan radhaâ sekaligus kemenakan KH Maâshum. Nasab Nyai Hunainah adalah binti Bisyri bin Martosuro bin Sumijo yang merupakan saudara Warijo menurunkan KH Maimun Zubair. Semenjak kecil, Nyai Hunainah sudah difirasati oleh KH Makshum berbeda dengan saudara lain. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Kiai Munir, saudara Nyai Hunainah. Mendapat lamaran sang kiai, Abdullah Faqih muda tidak langsung bersedia. Beliau masih ragu menerima pinangan itu. Bahkan di tengah-tengah suasana seperti ini sempat pulang ke Langitan. Sesampai di rumah beliau malah mendapat dawuh dari KH Abdul Hadi Zahid, Ojo pilih-pilih tebu. Manuto opo seng didawuhno kiaimuâ Jangan pilih-pilih, ikutilah petunjuk kiaimu. Mendengar wejangan sang Ayah, baru syaikhina muda merasa mantab dan menerima pinangan. Pada awal-awal pernikahan kehidupan masih berat. Maklum beliau menikah masih berstatus sebagai santri dan tentu belum memiliki persediaan nafkah keluarga. Namun kondisi ini dijalani dengan tabah dan sabar. Baru setelah punya beberapa anak kondisinya baru mulai tertata. Beliau sempat dawuh, Sak wise aku duwe anak mujab uripku wes mulai ketoto sak durunge masyaqotâ, Beliau bersama Nyai Hunainah dikaruniai dua belas putra-putri yang kelak menjadi penerus perjuangan ayah ibundanya dalam menegakkan panji-panji Islam. Kedua belas putra-putri beliau adalah 1. KH Ubaidillah Faqih beristrikan Nyai Hj, Faridah Sarang Rembang 2. Agus Rofiq meninggal usia kecil 3. KH Muhammad Faqih beristrikan Nyai Hj. Elok Faiqoh Cirebon 4. Agus H Mujab Faqih alm beristrikan Neng Anisah Gresik 5. Agus H Mujib Faqih meninggal di Makkah Al Mukarromah 6. KH Abdullah Habib Faqih beristrikan Ning Hj. Nailatul Muna Kediri 7. Ning Salamah Faqih diperistri Ust. H. Ahsan Ghozali Gresik 8. Ning Hanifah Faqih diperistri KH. Qohwanul Adib Mc Purwodadi 9. KH Abdurrahman Faqih beristrikan Ning Hj. Tuhfatul Mardliyah Mranggen Demak 10. Neng Zaimah meninggal usia kecil 11. Agus H Machshoem Faqih beristrikan Neng Faiz Inayati Ploso Kediri 12. Ning Hj Amiroh Faqih diperistri Ust. Saiful Barri Pekalongan Setelah kembali ke Langitan, Syaikhina muda langsung ikut mengabdi ke pesantren. Saat itu beliau dikenal dengan sebutan Gus Faqih. Beliau aktif mengajar dan mulai ikut menata keberadaan pondok. Dalam pengabdiannya, beliau pernah menjadi lurah pondok dan banyak memberikan warna dalam pemikiran serta pengembangan pesantren. Gus Faqih dikenal disiplin. Rajin terjun langsung ke kamar-kamar asrama untuk mengajak belajar, musyawarah, dan shalat malam. Begitu pula dalam ketertiban suasana, beliau cinta kebersihan sehingga kondisi pondok yang tidak bersih akan mendapat perhatian serius Dalam masalah ketertiban keamanan beliau juga sangat perhatian. Suatu saat, Gus Faqih mengamati prilaku santri yang melanggar keluar pondok tanpa izin pengurus. Ternyata para santri itu keluar malam dengan bantuan perahu menuju Babat. Gelagatnya tercium oleh Syaikhina. Sekedar infromasi, dahulu jembatan di atas brlum jadi sehingga jika mau ke babat harus lewat tambangan. Saat itu Beliau mendahulu duduk diatas perahu kemudian menutup ngrukupi, jawa tubuhnya dengan sarung, ketika perahu sudah berjalan, ditengah-tengah beliau membuka sarung dan semua sontak terkaget-kaget. Ayo podo ate nandi kabeh. Podo melanggar yo. Balik!. Tak aturno Bapak KH Abdul Hadi Zahid engkoâ Ayo pada mau ke mana semua. Pada melanggar ya. Balik!. Nanti saya laporkan Bapak.Ă Semua santri ketakutan, bahkan ada santri yang kemudian takut dan bersembunyi sampai kuburan desa sebelah, Selawe. Ketakutan ini pun ada yang bertahan sampai berhari-hari di sana. Rasa itu mereda biasanya setelah KH Abdul Hadi Zahid menyuruh mereka untuk balik lagi ke pesantren. Selain mendapat tugas dalam, KH Abdul Hadi mengutus kepadanya untuk berdakwah keluar. Mengisi pengajian-pengajian agama kepada masyarakat. Dengan bekal ilmu dakwah dan retorika secara autodidak, ternyata gaya pidato beliau banyak disukai masyarakat. Beliau memiliki bahasa yang santun dan berisi. Banyak orang simpati dengan model pidatonya. Cara mengarahkan yang halus dan kritiknya masih mengedapankan bahasa budi sehingga orang yang dikritik merasa tidak direndahkan. Waktu demi waktu nama Gus Faqih semakin berkibar di atas mimbar. Beliau dikenal kalangan luas. Hingga semua berubah ketika datang nasehat dari salah satu gurunya. Hidup ini pilihan Qih maksudnya Abdullah Faqih. Jika engkau memilih jadi dai kemungkinan engkau akan menjadi orang yang tenar dan dikenal banyak orang tapi tidak punya generasi. Setelah mati maka sirnalah engkau. Namun jika engkau mau merawat pesantren, meski tidak begitu terkenal namun akan memiliki banyak generasi. Hidup adalah pilihanâ. Ungkapan sang guru di atas sangat membekas di hati syaikhina muda sehingga beliau mulai menjaga jarak dengan mimbar. Beliau lebih banyak mencurahkan tenaga dan pikirannya di pesantren Langitan. Dan puncaknya adalah tahun 1971 M ketika Ayahanda tercinta kapundut. Beliau hampir tidak pernah menerima undangan pidato kecuali pada acara-acara penting dan berada di luar jam mengajar pesantren. Sebagai seorang gus yang ditinggal sang kiai, maka beliau ketiban amanat yang berat. Meneruskan pesantren besar dengan segala pernak-perniknya. Saat itu kepengasuhkan ditangani dua kiai, yaitu beliau dan KH Ahmad Marzuqi, sang Dengan mengasuhnya Syaikhina di pesantren, maka ide-ide besar dan baru terus dilakukan. Diantara gagasan beliau adalah merumuskan empat pilar kepengurusan pesantren, yaitu Majelis Idarah, Majelis An-Nuwwab, Majelis Tahkim, dan Majelis Amn. Majelis pertama memiliki peranan yang vital, ia merupakan badan pelaksana dari penanggung-jawab keseharian kegiatan pesantren. Majelis kedua merupakan badan perundang-undangan yang berfungsi sebagai perumus aturan, penafsir aturan, dan penelaah ulang. Dalam setiap penetapan aturan, telah diatur dalam mekanisme yang sistematis. Produk undang-undang paling tinggi diputuskan dalam sidang Umum yang digelar saat pergantian pengurus. Sidang ini dihadiri oleh seluruh elemen pesantren. Majelis ketiga adalah badan peradilan. Melaksanakan sidang-sidang pelanggaran santri. Setiap santri yang melanggar tetap memiliki hak untuk dibela. Dalam sidang inilah akan diputuskan apakah santri yang berstatus tersangka benar-benar layak dijatuhi hukuman ataukah tidak. Keputusan tidak berdasarkan suka atau tidak suka, namun berdasarkan barang bukti dan saksi-saksi. Berawal dari amar dakwaan dan berakhir dengan amar putusan. Majelis keempat adalah badan keamanan dan ketertiban. Berfungsi sebagai stabilisator keadaan pesantren agar tetap aman, damai, dan kondusif. Untuk mencapai tujuan itu, banyak hal yang dilakukan, diantaranya mengatur jadwal kepulangan santri, mengajukan dakwaan kepada Majelis Tahkim atas santri yang melanggar, mengontrol ketertiban kegiatan pesantren, dan lain sebagainya. Jika dikomparasikan dengan teori trias politika, maka konsep Syaikhina bisa diterjemahkan bahwa Majelis Idarah menempati posisi lembaga eksekutif, majelis An-Nuwwab menempati posisi lembaga legislatif, dan Majelis Tahkim menempati posisi lembaga yudikatif. Dan beliau telah menambah satu perangkat penting yaitu posisi lembaga Kamtib yang jamak berlaku di bawah lembaga eksekutif. Ijtihad organisasi seperti ini tentu sah-sah saja dilakukan karena pada dasarnya konsep manajemen bermuara pada efektifitas kinerja. Dengan adanya Kamtib sejajar dengan majelis lain memang lebih cocok dengan kondisi pesantren Langitan. Meski demikian sebagai pesantren tentu keempat lembaga di atas tidak memiliki otoritas absolut. Karena dalam tradisinya, keempat majelis di atas berfungsi sebagai kepanjangan tangan khadam dari pengasuh atau majelis masyayaikh. Majelis ini memiliki otoritas penuh untuk memutuskan berbagai hal dengan pertimbangan-pertimbangan yang lebih maslahah. Di era kepengasuhan keempat atau dibawah bimbingan KH Abdul Hadi Zahid, pesantren langitan memiliki murid sekitar 400-500-an santri. Madrasah yang tersedia saat itu adalah madrasah putra dengan nama al-Falahiyyah. Kemudian pada kepengasuhan Syaikhina, dibentuklah madrasah putri Keterangan ini sebagaimana yang disampaikan oleh KH Abdullah Munif Marzuqi, beliau mengatakan, Madrasah al-Mujibiyyah adalah madrasah putri pertama di Langitan. Dulu merupakan gabungan dari pondok kulon berada di bawah asuhan syaikhina, pondok tengah di bawah asuhan KH Abdul Hadi Zahid dan pondok wetan berada di bawah asuhan KH Ahmad Marzuqi. Namun seiring bertambahnya jumlah santri, maka kemudian pondok wetan mendidikan sendiri dengan nama Madrasah Putri ar-Raudhahâ. Madrasah al-Mujibiyyah hingga kini telah memiliki lembaga pendidikan mulai dari Pendidikan Usia Anak Dini PAUD, Madrasah Ibtidaiyyah, Madrasasah Tsanawiyyah, Madrasah Aliyah, dan Program Pasca Aliyah. Semua lembaga ini memiliki tujuan yang sama, yaitu menciptakan generasi yang alim, shaleh, dan kafi. Alim dalam artian memahami dengan baik ilmu-ilmu agama, shaleh berarti mengamalkan ilmu, dan kafi berarti memiliki perangkat yang cukup dalam mengembangan dan mentransformasikan keilmuan dalam dinamika Meski memiliki pesantren besar dengan berbagai kegiatan namun tidak menghalangi Syaikhina untuk melakukan perubahan sosial. Beliau selalu mengikuti perubahan yang terjadi di masyarakat. Contohnya pada masa pra reformasi. Melihat perkembangan dinamika social dan politik yang tidak menentu pada krisis ekonomi pada tahun 1998 M, syaikhina tergerak hati mengumpulkan para ulama guna menyikapinya. Saat itu beliau menggandeng Rabithah Maâahid Islami RMI dengan menghasilkan rumusan meminta dengan hormat kepada Presiden Republik Indonesia -yang saat itu dijabat Bapak Soeharto- untuk turun dari jabatan. Meski pada akhirnya hasil pertemuan itu di ekspos media dan sempat menjadi pembicaan hangat tokoh-tokoh Bola panas terus menggelinding dan puncaknya pada tahun 1999 M. saat pemilihan umum. Saat itu terjadi benturan dua kekuatan besar, yaitu partai pemenang pemilu dan partai berkuasa. Masing-masing partai mengeklaim akan terjadi prahara jika tidak dari partai mereka yang menjadi presiden. Lalu muncul poros tengah yang mengusulkan Gus Dur KH Abdurrahman Wahid menjadi presiden. Untuk menerima lamaran itu, Gur Dur meminta restu kepada Syaikhina dan kiai-kiai sepuh lain yang bergabung dalam Poros Langitâ. Awalnya beliau merasa berat melepaskannya, namun karena memang kondisi yang menuntut demikian maka dengan segala pertimbangan Syaikhina pun memberikan restu. Dan dalam perkembangan selanjutnya, fatwa-fatwa Syaikhina menjadi rujukan penting bagi presiden RI yang saat itu di jabat oleh Gus Dur. Meski banyak menghabiskan usia di tanah air, namun tidak menghalangi Syaikhina membangun jaringan intelektual internasional. Entah sudah berapa ulama atau cerdik-cendikia yang datang ke Langitan untuk memberikan ijazah kitab-kitab atau ceramah keilmuan. Itu menunjukkan betapa Syaikhina memiliki kapasitas keilmuan yang tinggi di mata mereka. Meski jarak yang jauh, namun hubungan mereka sangat dekat. Diantara nama ulama yang menjalin hubungan dengan beliau adalah Syaikh Yasin al-Fadani asli Indonesia namun bermukim di Makkah Mukarramah, Prof. Dr. Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki al-Hasani, Habib Salim as-Sathiri Yaman, Habib Umar bin Salim Yaman, Syaikh Prof. Dr. Sholahuddin Kaftaru Syiria, Syaikh Habib Zain bin Smith Madinah, Habib Baharun Yaman, Syaikh Kadzim, dan lain sebagainya. Syaikhina sangat hormat kepada ahli ilmu. Bahkan pernah diriwayatkan, Sayyid Muhammad bin Alwi berkata, Aku tidak pernah melihat ahlu jawa yang hormatnya melebihi Syaikh Abdullah Faqih. Dan begitu pulalah sebaliknya aku. Dia memiliki posisi tersendiri dalam hatikuâ. Nama besar Syaikhina di dunia intelektual tidak diragukan lagi. Oleh karenanya, banyak santri Langitan yang mendapat kemudian belajar di manca Negara karena nama besar beliau. Hingga kini masih banyak santri Langitan yang berhasil menimba ilmu di luar negeri, terkhusus kawasan timur tengah sebagai pusat keilmuan dan peradaban islam Bukan hanya itu, beberapa bulan lalu ada tamu yang datang dari Lebanon. Ia datang ke Indonesia karena perintah gurunya supaya ia belajar kitab Asybah wan Nadzair di hadapan Syaikhina. Dan dengan penuh rasa ikhlash beliapun memenuhi permintaan itu. Sudah sunnatullah, semakin bertambahnya usia seseorang maka semakin melemah pulalah fungsi tubuh. Begitu pula dengan Syaikhina. Di usianya yang kedelapan puluhan tahun kondisinya melemah apalagi beliau mempunyai aktifitas yang luar biasa padat, berjamaâah lima waktu beserta aurad bersama santri, mengajar kitab, menerima tamu setiap hari, menghadiri undangan-undangan dan lain Meski sudah tiga hari merasa kurang enak, tapi masih idkhalus surur memberi rasa gembira dengan menerima tamu di kediaman. Pagi itu, sehabis menyelesaikan bacaan-bacaan wirid ada beberapa tamu yang sowan. Dengan wajah yang penuh santun dan senyum beliau mempersilahkan mereka. Beberapa waktu kemudian masuk ke ruangan pribadi yang bertempat persis di sebelah ruang tamu. Setelah agak lama, kemudian salah satu keluarga ada yang mengetahui bahwa beliau terjatuh di dalam. Kebetulan kepala beliau terbentur benda tumpul sehingga mengalami pendarahan di belakang Saat itu, semua orang jadi panik karena belum pernah di usia sepuh, Syaikhina terjatuh dan pendarahan seperti itu. Keluarga cepat-cepat membawa ke Balai Pengobatan Babat untuk menerima pengobatan secepatnya. Dari hasil sementara, luka tersebut sebatas luka luar dan tidak Namun karena faktor usia, kondisi beliau semakin melemah. Kemudian dilarikan ke Graha Amerta Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya yang sebelumnya transit di Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan. Di Graha Amerta dirawat kurang lebih selama satu bulan setengah. Mengenai kepulangan, sebenarnya beliau masih diminta dirawat di Graha Amerta. Namun karena kerinduan beliau kepada pesantren dan para santri sehingga para tim dokter pun memperbolehkan beliau pulang sambil mengikuti terapi gerak dan didampingi perawat serta dokter pribadi. Setiba di pesantren beliau sangat senang sekali bisa bertemu para keluarga dan santri. Bahkan beberapa hari kemudian beliau melihat langsung pengajian mingguan kitab Shahih Bukhari dan Ihya Ulumiddin yang biasa beliau asuh. Pengajian ini diikuti ribuan alumni dan kiai sekitar Saat peninjauan ini, banyak sepasang mata terhanyut. Menyaksikan guru mereka yang sudah cukup sepuh namun memiliki perhatian yang luar biasa kepada ilmu dan santri. Tidak sedikit dari sepasang mata menahan air yang meleleh bahkan banyak pula yang tidak mampu menahannya. Beliau yang tergolek lemas di atas kursi roda dengan didampingi para putra, abdi dalem, dan tim dokter. Namun semangat beliau untuk bisa hadir diantara para murid sungguh luar biasa. Ada rasa yang membuncah diantara hati para santri dan alumni. Ingin sekali bergerak mendekati beliau dan sungkem seperti kondisi sehat. Tangan-tangan dikepalkan dan kaki-kaki hendak bergerak, hingga mereka sadar bahwa hal itu tidak mungkin dilakukan. Setelah peristiwa itu hanya sekali sebelum akhirnya beliau pergi untuk selamanya. Sebelum kepergiannya, kondisi batin beliau jauh lebih baik dari sebelum sakit. Daya ingatan beliau meningkat berlipat-lipat dari biasanya. Dalam kondisi itu, beliau sering mengutus kepada putra-putra untuk membaca kitab dan ditashih kebenarannya. Begitu pula beliau sering mengeluarkan gurauan-gurauan kecil kepada keluarga atau penjaga beliau untuk memecah kesunyian suasana. Meski dalam kondisi yang berat beliau masih menyempatkan menghibur. Menjelang kewafatan, Syaikhina sering bermimpi bertemu Rasulullah. Bahkan mimpi ini pernah disampaikan kepada Habib Mundzir al-Musawwa, Pimpinan Majlis Rasulullah, Jakarta. Dalam sambutannya di depan para santri usai membesuk Syaikhina, murid Habib Umar bin Salim Yaman itu mengatakan, Saya tadi membesuk Ayahanda, Guru Besar kita, Hadratus Syaikh KH Abdullah Faqih. Beliau bercerita diperintahkan memanjangkan jagut oleh Rasulullah Saw. ini menandakan betapa beliau sangat dekat dengan rasulullah Saw. sampai hal-hal sekecil itu mendapat perhatianâ. Begitu pula Syaikhina di akhir hayat senang sekali membaca shawalat. Meski selain itu juga melanggengkan wiridan laqad jaa akum. Bahkan wasilah wirid laqad jaa akumâ selama empat puluh tahun itulah beliau bertemu dengan Rasulullah Saw. Selasa, tanggal 28 Februari 2012 M. seolah telah menerima pesan dari Langit akan tiba waktunya menghadap. Syaikhina berkunjung ke rumah putra-putra dan mengumpulkan sanak kerabat dengan memberi hadiah. Bagi orang-orang yang memahami dunia metafisik, itu namanya ziarah pamitan. Sehari kemudian, Rabu, 29 Februari 2012 M. usai Shalat Maghrib sekitar pukul Wib. Malaikat Izrail datang menjemput. Keluarga tidak menyangka akan secepat itu, karena sehari sebelumnya beliau mengutarakan telah benar-benar sehat dan ingin segera berziarah kepada Rasulullah Muhammad Saw. Sosok mulia yang pernah mendatangi beliau. Bumi berduka karena perginya ulama penuh kharisma, meninggalkan jutaan umat. Kabar langsung tersebar melalui pesan antar mulut, sms, hingga pada dunia maya. Para ulama, umara dan masyarakat berbondong-bondong mengantarkan tokoh spiritual bangsa menuju peristirahatan terakhir. Selamat jalan Syaikhina, selamat bertemu kekasihmu, Rasulullah Muhammad Saw. Setelah kepergian Syaikhina, mata rantai kepengasuhanpun diamanatkan kepada para putra beliau dan seluruh keluarga besar Pondok Pesantren Langitan dalam bingkai Majelis Masyayekh Pondok Pesantren Langitan Widang Tuban Jawa Timur. Adapun struktur kepengasuhan pesantren saat ini adalah sebagaimana berikut MAJELIS MASYAYEKH KH. Abdullah Munif Mz Penasehat KH. Ubaidillah Faqih Penasehat KH. Muhammad Ali Marzuqi Anggota KH. Muhammad Faqih Anggota KH. Abdullah Habib Faqih Ketua I KH. Abdurrahman Faqih Ketua II MAJELIS AâWAN KH. Qohwanul Adib MC. Ketua I Macshoem Faqih Ketua II H. Ahsan Ghozali Adib Rohmat Ust. Abdurrahman Syafiâi Ust. Miftahul Munir Ust. Saiful Barri Agus M. Muhtar Humaidi Agus Mahrus Hamim Agus Imron Humaidi Ahmad Alawi bin KH. Ubaidillah Faqih Agus Muhammad bin KH. M. Ali Marzuqi
jCL8Mp. 6r19l75wub.pages.dev/9546r19l75wub.pages.dev/4736r19l75wub.pages.dev/1676r19l75wub.pages.dev/8576r19l75wub.pages.dev/3926r19l75wub.pages.dev/1896r19l75wub.pages.dev/2936r19l75wub.pages.dev/843
silsilah kh abdullah faqih langitan